Beberapa tahun silam, aku tinggal di
Korea utk mengajar bahasa Inggris di sebuah sekolah. Aku tinggal di sebuah
apartemen bersama 2 teman wanitaku, Meredith & Angela. Pernah pada suatu
malam, utk melepas kesuntukan hidup sehari-hari, kami bersepakat pergi
clubbing. Maklum anak muda. Baik Meredith, Angela & aku menikmati aneka
minuman bersoda&bersenang-senang berjam-jam lamanya di klub malam itu. Saat
waktu sudah menunjukkan pukul 2.20 dini hari, kami sudah mulai lelah &
memutuskan pulang.
Selepas kami bertiga sampai di area
luar klub malam, aku melihat taksi berwarna kuning sgng melaju ke arah klub.
Kemudian, aku melambaikan tanganku pada taksi itu. Setelah taksi itu berhenti
di depan kami, kami segera masuk ke dalam. Aku duduk di kursi dpn bersama si
sopir, sementara 2 tmnku duduk di belakang.
Aku melihat sopir taksi di sebelahku
memiliki raut wajah aneh & tidak seperti wajah sopir2 taksi biasanya.
Bahasa Inggris si sopir sangat baik & fasih. Di tengah perjalanan, si sopir
taksi mulai berkisah beberapa anekdot yg membuatku terpingkal-pingkal. Saat aku
sedang tertawa, aku melirik kepada 2 temanku di belakang. Keduanya tidak
tertawa sm sekali. Bahkan, mereka hanya berdia diri saja memasang mimik serius
pd wajah msng2.
“Kenapa kalian, apa ada yg salah?” aku
mulai bertanya, “Kenapa kalian tidak tertawa sama sekali.”
Meredith & Angela menjawab
pertanyaanku. Mereka diam mematung & menatap lurus ke depan. Lalu, tiba2
Angela membungkukkan tubuhnya ke dpn & berbisik kepada si sopir. “Pak
sopir, kami berdua turun di sini saja ya.”
Sopir segera menepikan taksi ke sisi
jalan. 2 gadis itu langsung keluar dr taksi & berlalu dgn cepat tanpa
mengucapkan sepatah kata pun. Sungguh aneh, ada dgn mereka? Apa ada yg salah
dengan lelucon si sopir? Pikirku. Aku benar2 bingung saat itu& kebingungan
itu belum hilang selama perjalanan.
‘Apakah ini taksi hantu? Si sopir ini
hantu, seperti di film2?’ Aku lantas melirik ke arah si sopir. Tapi, tak
kutemukan keanehan apapun pada wajahnya. aku paham benar ciri2 hantu – seperti
yang digambarkan film. Mereka memiliki wajah pucat dgn tubuh dingin. Sopir yg
ada di sebelahku sm sekali tidak mencirikan itu. Tampaknya, dia manusia biasa,
seperti aku.
Tak lama kemudian, aku sampai di depan
apartemen. Taksi berhenti. Aku keluar. Membayar sopir. “Thank you, Sir,”
kataku.
“You are welcome, and thank you to use
my taxi,” sahut si sopir.
Saat itu, aku tetap tak berpikiran
apa2 tentang taksi tersebut. Lalu, kedua temanku, yg sudah sampai dpn apartemen
lebih dulu, keluar dari persembunyiannya. Sepertinya, mereka telah menunggu
kepulanganku.
“Apa yg terjadi setelah kami keluar
dari taksi itu?” tanya kedua temanku.
Aku mengernyitkan dahi, bingung dgn
pertanyaan mereka. Apalagi, melihat wajah mereka yg pucat ketakutan.
“Kita harus menelepon polisi
sekarang,” kata Angela
"Apa kau tidak mendengarnya,
Justin?" tanya Mi Sun kemudian.
Aku menggeleng.
“Ya ampun,” Meredith menepuk jidatnya,
“Ketika taksi berjalan, aku mendengar suara aneh yg berasal dari bagasi. Suara
itu suara seorang wanita yang berkata, ‘Tolong. Tolong. Tolong aku. Siapa saja
tolonglah aku. Bukakan aku di bagasi ini.’ Sambil berteriak-teriak!”
“Hah, apa benar? Aku sungguh tak
mendengar suara apapun? Mungkin itu hanya halusinasi kalian, karena beranggapan
aneh dengan taksi itu.”
“Kau sungguh keterlaluan, sampai tak
mendengar suara itu. Suara itu begitu keras, dan dia berteriak sambil
menggedor-gedor bagasi. Ketika, kami berdua turun dari taksi, wanita itu
teriak, ‘Sepecatnya, kalian harus turun dari taksi ini. Si sopir adalah seorang pembunuh. Aku disekap sebagai korban berikutnya!''
jawab kedua gadis itu serempak.
Saat itulah, aku mulai merasa
ketakutan dan keringat dingin mulai mengucur di bagian punggungku. Dalam hati
aku berkata, ‘Sungguh beruntungnya diriku, sungguh sangat beruntungnya…’
No comments:
Post a Comment